SEJARAH SINGKAT
KARATON-KARATON LAMA-JAWA
KALING
Sekitar tahun 618-906 di Jawa Tengah ada kerajaan bernama Kaling/Holing.
Rakyat tenteram dan hidup makmur. Sejak tahun 674 diperintah oleh
seorang raja perempuan bernama Simo, yang memerintah berdasarkan
kejujuran mutlak, sangat keras dan masing-masing orang mempunyai hak dan
kewajiban yang tidak berani dilanggar. Sebagai contoh: putra mahkota pun
dipotong kakinya karena menyentuh barang yang bukan miliknya di tempat umum.
MATARAM Lama (Jawa Tengah)
Di
desa Canggal (barat daya Magelang) ditemukan sebuah prasasti berangka
tahun 732, berhuruf Pallawa dan digubah dalam bahasa Sanskerta. Isi
utama menceritakan tentang peringatan didirikannya sebuah lingga
(lambang Siwa) di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh raja Sanjaya,
di sebuah pulau yang mulia bernama Yawadwipa yang kaya raya akan hasil
bumi khususnya padi dan emas.
|
Mendirikan lingga secara khusus adalah mendirikan kerajaan.
Tempat tepatnya adalah di gunung Wukir desa Canggal. Disini diketemukan
sisa-sisa sebuah candi induk dengan 3 (tiga) candi perwara di depannya. Sayangnya
yang masih tersisa sangat sedikit sekali, dimana lingganya sudah tidak ada
dan yang ada hanya landasannya yaitu sebuah yoni besar sekali, disamping
candinya pun juga sudah tidak berwujud lagi. |
Yawadwipa mula-mula
diperintah oleh raja Sanna, sangat lama, bijaksana dan berbudi halus.
Lalu setelah wafat digantikan oleh Sanjaya, anak Sannaha (saudara
perempuan Sanna), raja yang ahli dalam kitab-kitab suci dan keprajuritan,
menciptakan ketenteraman dan kemakmuran yang dapat dinikmati rakyatnya.
Dari prasasti-prasasti
para raja yang berturut-turut menggantikannya, Sanjaya dianggap sebagai Wamsakarta
dari kerajaan Mataram dan diakui betapa besarnya Sanjaya itu bagi mereka
sampai abad X.
KANJURUHAN
(Jawa Timur)
Di desa Dinoyo
(barat laut Malang) diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760,
berhuruf Kawi dan berbahasa Sanskerta, yang menceritakan bahwa dalam abad VIII
ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa Kejuron) dengan raja
bernama Dewasimha dan berputra Limwa (saat menjadi pengganti ayahnya
bernama Gajayana), yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa
Agastya dan diresmikan tahun 760. Upacara peresmian dilakukan oleh para pendeta
ahli Weda (agama Siwa). Bangunan kuno yang saat ini masih ada di desa Kejuron
adalah Candi Badut, berlanggam Jawa Tengah, sebagian masih tegak dan
terdapat lingga (mungkin lambang Agastya).
SANJAYAWAMSA
dan CAILENDRAWAMSA
Kecuali di desa Canggal, sampai pertengahan abad IX dari
keturunan Sanjaya tidak ada lagi ditemukan prasasti lain, kecuali sesudah itu
diketemukan prasasti-prasasti dari keluarga raja lain, yaitu Sailendrawamsa,
antara lain prasasti Kalasan.Dalam prasasti Kalasan, berhuruf Pra-nagari, berbahasa
Sanskerta, berangka tahun 778, disebutkan bahwa para guru sang raja
berhasil membujuk maharaja Tejahpurnapana Panangkarana/Kariyana
Panangkarana untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tara |
dan sebuah biara untuk
para pendeta dalam kerajaan. Selain itu terbukti bahwa antara keluarga Sanjaya
dan keluarga Sailendra ada kerjasama yang erat dalam hal-hal tertentu.
Candi itu bernama Kalasan,
di desa Kalasan (sebelah timur Yogyakarta ),
yang walau di dalam candi ini saat sekarang kosong, namun melihat singgasana
dan biliknya maka arca Tara dahulu bertahta
disini dan besar sekali, yang diperkirakan dari perunggu.
Menurut prasasti raja
Balitung berangka tahun 907, Tejahpurna Panangkarana adalah Rakai
Panangkaran, pengganti Sanjaya. Kemudian dilanjutkan oleh Rakai Panunggalan,
Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalanga
dan raja Balitung/Rakai Watukura dyah Balitung Dharmodaya Mahasambhu (yang
membuat prasasti).
Pada saat pemerintahan Sanjayawamsa
berlangsung terus dengan daerah kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah dan
beragama Hindu yang memuja Siwa, terbukti dari sifat candinya (thn 750-850 M),
maka pemerintahan Sailendrawamsa juga berlangsung terus dengan daerah kekuasaan
di bagian selatan Jawa Tengah dan beragama Buda aliran Mahayana yang juga
terbukti dari candinya. Namun kedua wamsa ini bersatu di pertengahan abad IX,
yang ditandai adanya perkawinan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani
(raja putri dari keluarga sailendra).
Selain candi Kalasan
yang didirikan untuk memuliakan agama Buda, ditemukan juga prasasti dari Kelurak
(Prambanan) yang berhuruf Pra-nagari dan berbahasa Sanskerta, yang berisi
tentang pembuatan arca Manjusri (mengandung Buddha, Dharma dan Sanggha),
rajanya bergelar sri Sanggramadananjaya, dengan bangunan untuk tempat
arca yang diperkirakan (tidak jauh di sebelah utara Prambanan) bernama Candi
Siwa.
Samaratungga adalah pengganti Indra, yang menurut prasasti Karangtengah
(dekat Temanggung) dalam tahun 824 ia membuat candi Wenuwana/Ngawen di
sebelah barat Muntilan. Anehnya, seperti halnya Kalasan, pemberi tanah untuk
bangunan tersebut adalah seorang raja keluarga Sanjaya, yaitu Rakarayan
Patapan pu Palar atau Rakai Garung.
Samaratungga digantikan
putrinya, Pramodawardhani (yang kemudian bergelar sri Kahulunnan)
yang kawin dengan Rakai Pikatan, pengganti Rakai Garung. Uniknya,
Pramodhawardhani mendirikan bangunan suci Buda (misalnya kelompok candi
Plaosan, pemeliharaan Kamulan/candi Borobudur
di Bhumisambhara yang diperkirakan dibangun oleh Samaratungga), sedangkan Rakai
Pikatan mendirikan bangunan suci Hindu (misalnya kelompok candi Loro
Jonggrang).
Sedangkan Balaputra,
adik dari Pramodawardhani, setelah pada tahun 856 gagal merebut
kekuasaan dari Rakai Pikatan, ia melarikan diri ke Suwarnadwipa dan
berhasil menaiki takhta Sriwijaya, dengan agamanya Budha.
" Budayakan Meninggalkan Jejak ^^ Berkomentarlah Sepantasnya "
0 komentar:
Post a Comment