Sains dan Etika
“………..agar buah ciptaan dari
pemikiran kita merupakan berkah, dan bukan kutukan terhadap kemanusiaan. Janganlah kau lupakan hal ini di tengan
tumpukan diagram dan persamaan."(Einstein
kepada muridnya, 1938)
Publisitas keberhasilan kloning pada
domba baru-baru ini membangkitkan kembali perdebatan yang sudah cukup lama
yakni antara penganut yang menyatakan bahwa sains harus bebas nilai dengan
penganut yang berpendirian bahwa sains harus mengandung nilai-nilai kebaikan
bagi manusia atau kemanusiaan. Panganut
paham pertama berpendapat bahwa sains hanya bertugas mengungkap dan
menyimpilkan fakta yang benar secara ilmiah.
Dalam pengungkapan fakta para ilmuah bebas merambah atau menjelajah ke
dalam bidang atau sudut mana saja tanpa terikat pada
aspek
etika, moral, atau tatanan sosial yang berlaku.
Sebaliknya, penganut paham kedua
berpendirian bahwa sains harus tidak bebas nilai. Sains harus dibingkai oleh nilai-nilai moral
atau kemanusiaan. Lebih jauh lagi,
mereka berpendapat bahwa penelitian yang berpotensi atau dapat mengarah pada
akibat yang merugikan nilai kemanusiaan atau tatanan sosial harus dicegah. Dalam kasus kloning domba di atas, penganut
paham ini akan menentangnya dengan argumentasi bahwa teknik kloning pada domba
akan dapat diterapkan pada manusia. Bila
hal ini terjadi, dampaknya bagi tatanan sosial masyarakat akan sangat
merugikan.
Walaupun dikotomi tentang
bebasnilai-tidaknya sains merupkan wacana yang sudah lama, subjek ini nampaknya
masih relevan saat ini. Hal ini
mengingat bahwa dewasa ini makin banyak penelitian (termasuk penelitian dasar)
yang dibiayai oleh perusahaan multinasional (seperti Monsanto, Dupon, ICI dll.)
yang tentu tidak terlepas dari kepentingan bisnis mereka. Berbisnis memang tidak salah, namun dalam era
globalisasi yang sarat dengan persaingan, tidak jarang pebisnis mengabaikan
moral dan etika.
Sesungguhnya bebasnilai-tidaknya
sains adalah masalah rumit yang tidak dapat dijawab dengan sekadar ya atau tidak
(Daldjoeni, 1999). Karena itu, pada
paper ini penulis bermaksud meninjau masalah ini dari pendapat-pendapat filsuf,
baik dari zaman Yunani, pertengahan ataupun kontemporer.
oleh:
Abd. Aziz Syarifb
" Budayakan Meninggalkan Jejak ^^ Berkomentarlah Sepantasnya "
0 komentar:
Post a Comment